Senin, 22 April 2013

Analisis Wacana Foucault

VONIS HARI INI, RASYID RAJASA BERHARAP BEBAS
TEMPO.CO , Jakarta: M. Rasyid Amrullah Rajasa, 22 tahun, terdakwa kasus kecelakaan BMW maut di tol Jagorawi pada kilometer 3+350, pada 1 Januari lalu, akan menghadapi sidang vonis atau putusan hari ini, Senin 25 Maret 2013. Sidang vonis diagendakan pukul 10.00 di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Ya siap tidak siap, untuk sidang putusan besok, Rasyid sudah menjalani terapi Kamis lalu, agar mentalnya kuat," kata kuasa hukum Rasyid, Riri Purbasari, kepada Tempo, Ahad 24 Maret 2013.
Riri mengungkapkan, kliennya berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Rasyid tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan. "Dari awal memang kami keberatan dengan tuntutan jaksa. Kami menginginkan Rasyid dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Karena dia itu korban," ujarnya.
Ia berharap majelis hakim dapat secara bijak dalam mengambil keputusan. "Kami serahkan kepada majelis hakim besok, dan dapat berfikir secara bijak kalau Rasyid ini korban juga. Dia bertanggung jawab karena dorongan nuraninya bukan karena dia bersalah," ujarnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut anak bungsu Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, delapan bulan kurungan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dan tuntutan subsidair, 6 bulan kurungan penjara. Alasannya, Rasyid terbukti melanggar Pasal 310 ayat (4) tentang lalu lintas dan angkutan jalan Undang-undang Lalu Lintas nomor 22 Tahun 2009 dan subsidair Pasal 310 ayat (3).

ANALISIS WACANA FOUCAULT
§  Wacana yang Dominan
Rasyid Rajasa anak menteri koordinator perekonomian Hatta Rajasa menjadi terdakwa kasus kecelakaan maut di tol Jagorawi pada kilometer 3+350 pada 1 Januari lalu sedang menunggu vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
§  Wacana yang Terpinggirkan
Wacana berita di atas tidak memuat jumlah korban yang meninggal, penyebab kecelakaan dan isi pasal 310 ayat 3 tersebut yang telah ditetapkan oleh pengadilan  serta tidak dijelaskannya alasan kuasa hukum Rasyid yang menyebutnya sebagai korban.  .
§  Batasan Wacana
Wacana pada berita diatas membatasi pandangan masyarakat pembaca pada perkataan kuasa hukum Rasyid yang mengatakan “Kami serahkan kepada majelis hakim besok, dan dapat berfikir secara bijak kalau Rasyid ini korban juga. Dia bertanggung jawab karena dorongan nuraninya bukan karena dia bersalah”. Pada ujaran tersebut seolah-olah terdakwa yang telah menyebabkan korbannya  meninggal tersebut tidak bersalah sama sekali.
§  Efek Wacana Berita Setelah Dipublikasikan
Berdasarkan batasan wacana diatas maka, efek pada wacana berita bagi masyarakat adalah hal yang biasa terjadi pada setiap terdakwa kuasa hukumnya pasti mengatakan bahwa kliennya itu tidak bersalah. Masyarakat juga tidak mempunyai keinginan untuk mencari tahu lebih jauh, mereka menganggap berita tersebut seperti itu adanya untuk seorang terdakwa yang dikenai 2 pasal harus mendapat tuntutan masa percobaan 12 bulan dan tuntutan 6 bulan untuk kurungan penjara.

Minggu, 21 April 2013

HEGEMONI


NORHALIMAH                   A1B110239
DESI KEMALASARI          A1B110


A.    Pengertian Hegemoni
merupakan gagasan Antonio Gramsci (1891-1937) yang bersumber dari buku Selection from Prison Notebooks. Buku ini adalah catatan Gramsci selama dipenjara antara tahun 1929-1935. Teori hegemoni Antonio Gramsci menganalisa berbagai relasi kekuasaan dan penindasan di masyarakat. Lewat perspektif hegemoni, akan terlihat bahwa penulisan, kajian suatu masyarakat, dan media massa merupakan alat kontrol kesadaran yang dapat digunakan kelompok penguasa.
Hegemoni berasal bahasa Yunani, egemonia yang berarti penguasa atau pemimpin. Secara ringkas, pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral secara konsensus. Artinya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis penguasa.

Antonio Gramsci membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan kekerasan. Media dapat menjadi sarana di mana satu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Proses bagaimana wacana mengenai gambaran masyarakat bawah bisa buruk di media berlangsung dalam suatu proses yang kompleks. Proses marjinalisasi wacana itu berlangsung secara wajar, apa adanya, dan dikhayati bersama. Khalayak tidak merasa dibodohi atau dimanipulasi oleh media. Konsep hegemoni menolong kita menjelaskan bagaimana proses ini berlangsung.
Hegemoni menekankan pada bentuk ekspresi, cara penerapan, mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui para korbannya, sehingga upaya itu berhasil dan mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka. Melalui hegemoni, ideology kelompok dominan dapat disebarkan, nilai dan kepercayaan dapat dipertukarkan. Akan tetapi, berbeda dengan manipulasi atau indoktrinasi, hegemoni justru terlihat wajar, orang menerima sebagai kewajaran dan sukarela.
Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Media di sini dianggap secara tidak sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dipandang dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak sehingga menjadi konsesus bersama. Sementara nilai atau wacana lain dipandang sebagai menyimpang. Misalnya, pemberitaan mengenai demonstrasi buruh, wacana yang dikembangkan seringkali perlunya pihak buruh musyawarah dan kerja sama dengan pihak perusahaan. Dominasi wacana semacam ini menyebabkan kalau buruh melakukan demonstrasi selalu dipandang tidak benar.
Di sini menggambarkan bagaimana proses hegemoni bekerja. Ia berjalan melalui suatu proses atau cara kerja yang tampak wajar. Dalam produksi berita, proses situ terjadi melalui cara yang halus, sehingga apa yang terjadi dan diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran, memang begitulah adanya, logis dan bernalar (common sense) dan semua orang menganggap itu sebagai suatu yang tidak perlu dipertanyakan.
Teori hegemoni Gramsci menekankan bahwa dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik. Karena pengalaman sosial kelompok subordinat (apakah oleh kelas, gender, ras, umur, dan sebagainya) berbeda dengan ideologi kelompok dominan untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya tersebut agar diterima, tanpa perlawanan. Salah satu kunci strategi kunci dalam hegemoni adalah nalar awam.

B.     Bentuk Hegemoni
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni, bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan dua cara, yaitu kekerasan dan persuasi. (Simon, 2004:9) Cara kekerasan (represif/ dominasi) yang dilakukan kelas atas terhadap kelas bawah disebut dengan tindakan dominasi, sedangkan cara persuasinya dilaksanakan dengan cara-cara halus, dengan maksud untuk menguasai guna melanggengkan dominasi. Perantara tindak dominasi ini dilakukan oleh para aparatur negara seperti polisi, tentara, dan hakim.
Menurut Gramsci, faktor terpenting sebagai pendorong terjadinya hegemoni adalah faktor ideologi dan politik yang diciptakan penguasa dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat. Faktor lainnya adalah pertama paksaan yang dialami masyarakat, sanksi yang diterapkan penguasa, hukuman yang menakutkan, kedua kebiasaan masyarakat dalam mengikuti suatu hal yang baru dan ketiga kesadaran dan persetujuan dengan unsur-unsur dalam masyarakat.

C.    Fungsi Hegemoni
Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan “tidak hanya mengatur” masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual (Storey, 2003:172). Hegemoni di atur oleh mereka yang oleh Gramsci disebut “intelektual organic”. Mereka adalah tokoh moral dan intelektual yang secara dominan menentukan arah konflik, politik, dan wacana yang berkembang di masyarakat. Mereka bekerja untuk melanggengkan kekuasaan atas kelompok yang lemah. Dominasi “intelektual organic” diwujudkan melalui rekayasa bahasa sebagai sebuah kekuasaan. Melalui berbagai media bahasa ditunjukkan hadirnya kekuasaan dan pengaturan hegemoni tersebut. Berbagai kebijakan negara, misalnya, disampaikan dalam bahasa “untuk kepentingan bangsa di masa mendatang” atau “demi kemandirian bangsa” telah menghegemoni masyarakat untuk senantiasa menerima berbagai keputusan negara, yang merugikan sekalipun. Misalnya, hegemoni bahasa politik digunakan oleh para politisi untuk membantu bagaimana bahasa digunakan dalam persoalan-persoalan (1) siapa yang ingin berkuasa, (2) siapa yang ingin menjalankan kekuasaan, dan (3) siapa yang ingin memelihara kekuasaan (Beard, 2000:2)
Fungsi lain hegemoni yakni,  menciptakan cara berpikir yang berasal dari wacana dominan, juga media yang berperan dalam penyebaran wacana dominan itu.  Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan  tidak hanya mengatur masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual (Storey, 2003:172).

D.    Keterkaitan Hegemoni dengan Bahasa
Bahasa menjadi sarana penting untuk melayani fungsi hegemonik tertentu. Dalam konteks ini, tidak ada peluang dan ruang publik bagi agen masyarakat untuk berbuat lain di luar kerangka ideologi kelompok hegemonik.
Hegemoni di atur oleh mereka yang oleh Gramsci disebut “intelektual organic”. Mereka adalah tokoh moral dan intelektual yang secara dominan menentukan arah konflik, politik, dan wacana yang berkembang di masyarakat. Mereka bekerja untuk melanggengkan kekuasaan atas kelompok yang lemah. Dominasi “intelektual organik”  diwujudkan melalui rekayasa bahasa sebagai sebuah kekuasaan. Melalui berbagai media bahasa ditunjukkan hadirnya kekuasaan dan pengaturan hegemoni tersebut. Berbagai kebijakan negara, misalnya, disampaikan dalam bahasa untuk kepentingan bangsa di masa mendatang, atau demi kemandirian bangsa, telah menghegemoni masyarakat untuk senantiasa menerima berbagai keputusan negara, yang merugikan sekalipun.

Eriyanto. 2011. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS Group





Senin, 25 Maret 2013

Analisis Interpretasi Lokal


NORHALIMAH                   A1B110239
DESI KEMALASARI          A1B110234



EPISODE I6: MALAM SYAHDU
ANALISIS INTERPRETASI LOKAL DALAM CERITA “UPIN DAN IPIN”


TRANSKRIPSI DIALOG
Kak Ros          : (1) “Ih kau orang ne nak kemana?”
Upin                : (2) “Pergi ke Surau lah, nak sembahyang tarawih”
Kak Ros          : (3) “Lha, esokkan raya, mana ada sembahyang tarawih lagi”
Upin                : (4) “Hah tak ada? Dah habis puasa, tak balik pergi Surau lah? Yeye boleh main bunga api”
Kak Ros          : (5) “Ha, pergilah, hati-hati main tu”
Upin                : (6) “Tau lah ka”
Ipin                  : (7) “Hem hem”
Kak Ros          : (8) “Dah habis main nanti tolong kak Ros ya?”
Upin                : (9) “Boleh, tapi panggil lah, kita orang main tak habis”
Ipin                  : (10) “Betul betul betul”

Upin+Ipin       : (11) “Cantiknya, waw waw, hah?”
Upin                : (12) “Fizi, Ikhsan, marilah main bunga api…”
Ipin                  : (13) “Ha ah, ada banyak ni”
Ikhsan             : (14) “Tak nak lah, aku nak pergi Surau”
Ipin                  : (15) “Hah buat apa, tarawihkan dah habis?”
Fizi                  : (16) “Pergi takbirlah”
Upin                : (18) “Hah takbir?”
Ikhsan             : (19) “Coba lah pergi sekali !”
Upin                : (20) “Tak boleh, Opa tak pergi”
Fizi                  : (21) “Tak pa lah, kita orang pergi dulu, marilah intan payung”
Ikhsan             : (22) “Ih kau ni, aku bagi kau”

Upin                : (23) “Macam mana ni Ipin, tak ada kawanlah”
Ipin                  : (24) “Ipin ka nada, mari kita main”
 
Kak Ros          : (25) “Upin, Ipin…mari tolong kak Ros!
Upin                : (26) “Hah halah, banyak lagi ni”
Kak Ros          : (27) “Cepat”
Ipin                  : (28) “Nantilah, sekarang kita main lagi!”
Upin                : (29) “Ha ah, cepatlah kak Ros bising tu”

Kak Ros          : (30) “Ha…bentangkan tikar tu!”
Upin                : (31) “Siapa nak datang ne kak Ros?”
Kak Ros          : (31) “Kau tengok sajalah nanti”
Upin                : (32) “Tariklah
Ipin                  : (33) “Ya lah, tak sabar betul, diminta tolong dak marah-marah pula”
Upin                : (35) “Apalah kau ni, buatlah betul-betul
Ipin                  : (36) “Memanglah macam mana yang betul?”
Upin                : (37) “Ih ni lah aku buat”
Upin                : (38) “Ha, macam tu buat susah kah?”
Upin                : (39) “Ih kau ni, ni sekali lagi, kali ini kita lepas sama-sama
Upin                : (40) “Satu”
Ipin                  : (41) “Dua”
Upin+Ipin       : (42) “Tiga”
Kak Ros          : (43) “apa bising-bising tu? Bentang tikar pun nak gaduh”
Upin                : (44) “Tak gaduh, gurah ja”
Ipin                  : (45) “Betul betul betul”
Upin                : (46) “Tak apa,kita coba sekali lagi, aku pijak sini, kau tarik sampai habis, jangan lepas
Ipin                  : (47) “Hem hem, apa nak buat ni?”
Upin                : (48) “Kau pijaklah situ
Upin                : (49) “Ha, macam ni, ha jadi pun”
Kak Ros          : (50) “Ha, dah siap ambil ketupat nih!”
Upin                : (51) “Tak boleh ka”
Kak Ros          : (52) “Kenapa tak boleh? Lha kenapa ini, lipatlah hujung tikar tu ke belakang!”
Upin                : (53) “Ha, boleh kah macam tu?”
Upin+Ipn        : (54) “Yeye berjaya”
Kak Ros          : (55) “Cepatlah ambil ni!”

Tamu               : (56) “Assalamualaikum”
Upin+Ipin       : (57) “Walaikumussalam”
Upin                : (58) “Ha, lama ni orang, Fizi dengan Ikhsan pun ada”
Ipin                  : (59) “Opa, ada orang datang”
Opa                 : (60) “Jemput dia orang naik!”
Ipin                  : (61) “Mari naik”
Kak Ros          : (62) “Upin, bagikan kawan-kawan!”

Atu Dalang     : (63) “Assalamualaikum”
Kak Ros          : (64) “Walaikumussalam”
Atu Dalang     : (65) “Ha, engkau bedua, nak ikut Atu takbir raya?”
Upin                : (66) “Nak tu, tapi kita nak Tanya Opa dulu”
Ipin                  : (67) “Opa…boleh ikut tak?”
Upin                : (68) “Boleh lah Opa, kita tak pernah pergi takbir raya”
Opa                 : (69) “Pergilah, balik nanti ikut Atu, jangan nakal-nakal tau”
Upin+Ipin       : (70) “Ye…terima kasih Opa”


ANALISIS INTERPRETASI LOKAL
 YANG TERDAPAT DALAM DIALOG UPIN DAN IPIN

Interpretasi lokal yang terdapat pada dialog episode 16 dari cerita Upin dan Ipin adalah sebagai berikut.

1.       (30) “Ha…bentangkan tikar tu!”
Maksud dari Interpretasi lokal pada dialog ke 30 yang diucapkan kak Ros di atas adalah menyuruh Upin dan Ipin menggelarkan tikar yang tersandar di dinding ruang tamu rumah mereka, bukan tikar yang terletak di tempat lain.

2.      (32) “Tariklah
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog ke 32 yang diucapkan Upin di atas adalah menyuruh Ipin untuk menarik ujung tikar yang dipegangnya Ipin, bukan menarik ujung tikar yang dipegangnya Ipin.

3.      (35) “Apalah kau ni, buatlah betul-betul
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog ke 35 yang diucapkan Upin di atas meminta Ipin untuk menarik tikar dengan benar agar tikarnya tidak kembali menggulung lagi seperti yang sudah-sudah.

4.      (39) “Ih kau ni, ni sekali lagi, kali ini kita lepas sama-sama
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog ke 39 yang diucapkan Upin di atas adalah mengatakan kepada Ipin untuk mengulang sekali lagi menggelar tikar yang kembali menggulung dengan sendirinya setelah mereka gelar itu dengan melepas ujung tikarnya secara bersamaan, bukan dengan bergantian. Interperatsi lokal itu berarti Upin hanya menyuruh Ipin  satu kali lagi untuk mengulang perbuatan yang mereka lakukan, bukan dua atau tiga kali lagi.

5.      (46) “Tak apa,kita coba sekali lagi, aku pijak sini, kau tarik sampai habis, jangan lepas
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog ke 46 yang diucapkan Upin kepada Ipin di atas “aku pijak sini” adalah untuk mencoba membentangkan tikar yang disuruh oleh kak Ros sekali lagi dengan mengatakan bahwa Upin menginjak tikar yang ada di dekatnya, bukan yang ada di dekat Ipin. Sedangkan maksud dari interpretasi lokal yang diucapkan Upin kepada Ipin “kau tarik sampai habis, jangan lepas” adalah untuk menarik gulungan tikar yang ingin mereka bentang itu sampai benar-benar terbentang ke ujungnya dan meminta Ipin agar jangan melepas ujungnya tersebut.

6.      (48) “Kau pijaklah situ!
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 48 di atas adalah Upin yang menyuruh Ipin untuk menginjak ujung tikar yang di bawah kaki Ipin itu sendiri, bukan menginjak ujung tikar yang ada di bawah kakinya Upin.

7.      (50) “Ha, dah siap ambil ketupat nih!”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 50 di atas yang diucapkan kak Ros di atas adalah menyuruh adik-adiknya yaitu Upin dan Ipin untuk mengambil ketupat yang ada di tangannya kak Ros, bukan yang ada di tangan orang lain.

8.      (52) “Kenapa tak boleh? Lha kenapa ini, lipatlah hujung tikar tu ke belakang!”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 52 di atas yang diucapkan oleh kak Ros di atas adalah menyuruh Upin dan Ipin untuk melipat ujung tikar yang mereka gelar di ruang tamu rumah mereka itu ke belakang, bukan menyuruh Upin dan Ipin melipat ujung tikar tersebut ke depan atau ke samping.

9.      (55) “Cepatlah ambil ni!”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 55 di atas yang diucapkan kak Ros kepada Upin dan Ipin yaitu untuk bersegera mengambil ketupat yang ada didekat kak Ros di dapur.
10.  (60) “Jemput dia orang naik!”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 60 di atas yang diucapkan oleh Opa adalah meminta Upin dan Ipin menyilakan para tamu yang datang ke rumahnya untuk masuk ke rumah, bukan menyilakan tamu itu untuk berdiri saja di depan pintu.

11.  (62) “Upin, bagikan kawan-kawan!”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 62 di atas yang diucapkan oleh kak Ros kepada Upin adalah meminta Upin untuk membagikan amplop kepada teman sebayanya yang datang ke rumahnya pada malam itu untuk takbiran, bukan membagikan amplop tersebut kepada para orang tua.

12.  (69) “Pergilah, balik nanti ikut Atu, jangan nakal-nakal tau”
Maksud dari interpretasi lokal pada dialog 69 di atas adalah perkataan Opa kepada Upin dan Ipin untuk mengikuti Atu Dalang pulang setelah selesai takbiran di Surau, bukan mengikuti teman-temannya yang lain.